Ramadhan Usah Pergi
Ada
pengalaman cukup menarik setelah akhir-akhir ini isu mengenai LGBT hangat,
semenjak amerika-yang katanya sebagai ‘pusat tren dunia’- menjadi negara
kesekian yang melegalkan prilaku penyimpangan orientasi seksual (LGBT,red).
Saya secara (tidak) sengaja membersamai seorang karib untuk potong rambu dan
dia memilih tempat potong rambut di salon yang pelayannya transgender (banci).
Sebelumnya saya bertanya kepada teman saya, kenapa milih potong rambut disana,
“sudah langganan” jawabnya sekenanya. Memang ada yang mengatakan kalau,
biasanya banci dalam memotong rambut lebih bagus, stylish dan kekinian.
Berada dalam suasana yang di dalamnya ada 4 transgender,
sungguh bukan suatu hal yang nyaman
tapi, ada hikmah yang menarik sambil menunggu teman untuk potong rambut.
Saya mendengar percakapan dari paraa transgender tersebut walau kadang dalam
cakap mereka terselip kalimat yang tak layak dengar tapi yang ingin saya
ceritakan adalah dari empat orang tersebut tiga diantaranya berpuasa, kemudian
satu dari tiga yang berpuasa itu sepertinya sudah tidak kuat menahan lapar dan
dahaga, terlihat dari kata-kata. “Ai nek cakmno ngecikke suaro musik ini,
pening palak aku. Serba dak enak galo kalo lagi puaso ni” (bagaimana cara mengecilkan
volume musik ini, kepala saya pusing. Segalanya menjadi tidak enak saat sedang
berpuasa ini)
Beberapa menit kemudian, akhirnya ketahanannya
menjalankan puasa goyah juga dan ia berniat untuk membatalkan puasanya dengan
memesan model (makanan khas sumsel yang terbuat dari gandum dan berkuah mirip
kuah bakso). Ia pun menawarkan juga kepada tiga temannnya untuk memesan bahkan
ia akan men-traktir mereka, tapi luar biasanya kedua temannya yang berpuasa
tetap mempertahankan puasanya. Bahkan satu diantaranya mengatakan. “Alangkenyo
batal puaso lantak model, aku galak pesankelah pisah kuahnyo agek untuk buko” (Saya
tidak mau membatalkan puasa hanya karena model, saya mau dipesankan, dipisahkan
kuahnya. Nanti saya makan saat berbuka)
Singkat cerita yang saya sampaikan dengan cerita tersebut
yang mengawalinya adalah bahwa Ramadhan adalah bulan yang begitu istimewa,
puasanya telah menyatu dengan masyarakat, transgender pun berpuasa. Tarawih,
hampir semua masjid melaksanakan, toko-toko, kantor, perusahaan menampilkan
ucapan selamat di pojok-pojok publikasi kantornya. Jalan-jalan, walau masih
ditemui ada warung yang buka dan ada yang tidak puasa sedang mempertotonkan
ketidakbaikan sikapnya, tapi, setidaknya nuansa ramadhan memang beda. rindu bila belum bertemu dan sedih bila
memasuki akhir dari bulannya.
Dan kini, ramadhan tinggal jam lagi (05/07/2016),
Perpisahan adalah sunnatullah yang tak bisa dihindari, akan selalu mengiringi
pertemuan, ramadhan hanyalah satu bulan dari bulan hijriahnya, hitungan harinya
pun adalah sama dengan hari-hari yang dilalui pada bulan lainnya.
Para ulama jika telah memasuki hari terakhir pada bulan
ramadhan, maka, ia bersedih yang disebabkan atas dua hal. Pertama, dengan
segala kemuliaan ramadhan, mereka sedih tatkala mereka belum bisa
mengoptimalkan dan merengkuh kemuliaan tersebut, pahala yang dilipatgandakan,
penghapusan dosa, dekat bersama AlQuran yang notabene ramadhan adalah bulan
AlQuran. Selanjutnya, mereka bersedih karena menyimpan tanya kiranya masihkah
di ramadhan berikutnya, kenikmatan untuk bersama ramadhan dirasakan.
“Dari
Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah Shallalahu’alaihi wa Sallam bersabda:
Celakalah seseorang yang, aku disebut-sebut di depannya dan ia tidak
mengucapkan shalawat kepadaku, dan celakahlah seseorang, Bulan Ramadhan
menemuinya kemudian ia keluar sebelum ia mendapatkan ampunan, dan celakahlah
seseorang yang kedua orangtuannya berusia lanjut namun kedua oranhtuanya tidak
memasukkannya ke dalam surga (karena baktinya kepada keduanya)”Sunan At Timmidzi No. 3468,
imam At Tirmidzi berkata: Hasan
Taqobalallahu
Minna wa Minkum, Semoga Allah menerima amalku dan amal kita di bulan Ramadhan,
dan semangat ramadhan menular ke bulan-bulan berikutnya hingga allah berkenan
mempertemukan kembali kita dengan bulannya yang mulia ini. Jangan sampai ibadah
kita hanya meningkat di bulan ramadhan ini saja karena Allah Subhanahu wa Ta’ala di bulan ramadhan adalah
sebagaimana Allah subhanahu wa Ta’ala di
bulan-bulan lainnya sehingga tidaklah pantas jika kita hanya menyembahnya di
bulan ramadhan saja seolah Ia tak ada pada bulan lainnya. Na’udzubillah.
0 Response to "Ramadhan Usah Pergi"
Post a Comment