Pengantar Maqashid Syariah




Maqashid syariah dalam bahasa Inggris disebut The objectives of Islamic law atau The philosophy of Islamic law yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia bermakna tujuan atau hakikat dari hukum Islam (Dahlan, Khoirul, dan Rido, 2011) terdiri dua kata yakni Maqashid dan syariah, sebelum kita membahas mengenai apa yang dimaksud dengan maqashid syariah maka, kita pahami terlebih dahulu arti dari kedua kata tersebut. Maqashid adalah kata yang merupakan bentuk jamak dari qashada yang menuju, bermaksud, atau seimbang. Sementara syariah adalah jalan yang jelas sumber mata iarnya atau agama. Jadi makna maqashid syariah adalah maksud dan tujuan dalam agama (Yunus, 1972 dalam Dahlan, Khoirul, dan Rido, 2011)
            Rahmat (2012) mengartikan secara terminologi makna dari maqashid syariah adalah Tujuan-tujuan yang dibuat dalam hukum agama yang mengatur manusia untuk mewujudkannya, yaitu untuk kemaslahatan umat manusia. Pendapat berikutnya yakni Allal Al-Fasiy (t, tahun), menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan maqashid syariah adalah Tujuan yang dikehendaki Syara’ dan rahasia-rahasia yang ditetapkan oleh Syari’ (Allah) pada setiap hukumnya.
            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan maqashid syariah adalah tujuan yang ditetapkan oleh yang maha menetapkan (Allah Subhanahu wa Ta’a) mengenai hukum sesuatu dalam rangka mewujudkan kebaikan-kebaik umat manusia sehingga inti dari maqashid syariah adalah mengambil manfaat dan menolak mudhorat atau dengan kata yang akrab disebut mencapai kemaslahatan.
            Maqashid syariah adalah cabang ilmu dalam bidang hukum Islam yang penting untuk pengambilan keputusan atas permasalahan yang dihadapi. Sebetulnya maqashid bukan sebuah hal yang baru, ia telah ada sejak nash Al-Qur’an diturunkan dan sabda nabi disampaikan. Setalah Nabi Muhammad Sholallahu ‘alaihi wa sallam wafat sementara wahyu sudah selesai dan dengan kenyataan bahwa tidak ada lagi nabi dan Rasul sehingga tidak akan ada lagi wahyu Allah selain yang telah disampaikan kepada Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa Sallam, sementara pada kenyataannya permasalahan kemanusiaan terus berkembang dan semakin kompleks dan sering kali tidak terjadi sama persis seperti halnya zaman kenabian maka seperti halnya yang dilakukan oleh para sahabat, Mereka mencoba mencari sandarannya pada ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadist. Jika tidak ditemukan maka mereka akan berijtihad mencari hikmah dan alasan dibalik ayat dan hadist yang menerangkan suatu hukum yang baru tadi tanpa bertentangan dan meninggalkan nash Al-Qur’an (Dahlan, Khoirul, dan Rido, 2011)
            Pengertian maslaha yang merupkan inti dari yang ingin diwujudkan dalam maqashid syariah secara bahasa maslahah artinya manfaat, dan bentuk jama’nya adalah masholih. Dalam istilah Islam, maslahah artinya: menggapai manfaat dan menolak bahaya. Menurut al-Ghazali, maslahah adalah memelihara maksud (tujuan) syariah.(Rahmat, 2012)
            Untuk mewujudkan kemashlahatan tersebut, menurut Muhammad Said Ramadhan al Buthi ada lima kriteria yang harus dipenuhi yaitu; pertama memperioritaskan tujuan-tujuan Syariah, kedua tidak bertentangan dengan al Qur’an, ketiga tidak bertentangan dengan al Sunnah, keempat tidak bertentangan dengan prinsip qiyas karena qiyas merupakan salah satu cara dalam menggali hukum yang intinya adalah untuk memberikan kemashlahatan bagi mukallaf. Dan kelima, memperhatikan kemashlahatan yang lebih besar. ((Dahlan, Khoirul, dan Rido, 2011)
            Sementara menurut Al-Ghazali, tujuan utama syariah adalah dalam rangka menjaga kepentingan manusia dari hal-hal yang mengancam keberadaanya, yang selanjutnya menjelaskan bahwa tujuan syariah adalah dalam rangka pemeliharaan agama (din), jiwa (nafs), intelektualitas (‘aql), keturunan (nasl), dan kekayaan (mal). ( Rama dan Makhlani, 2013)
            Kebutuhan manusia atau kepentingan manusia yang selanjutnya dibagi menjadi tinga tingkatan menurut Al-Ghazali yang dikutip oleh Rama dan Makhlani (2013) yakni: (1) dharuriyat adalah merupakan suatu hal yang harus dipenuhi dalam rangka mewujudkan kemakmuran kehidupan manusia. (2) Hajiyat yakni kebutuhan manusia dalam rangka memudahkan kehidupan dari hal-hal yang menyulitkan. dan (3) Tahsiniyat adalah agar manusia dapat melakukan yang terbaik untuk menghilangkan kesulitan namun, kebutuhan yang ketiga ini hanya sebagai pelengkap kebahagiaan manusia.
            Mustafa Anas Zarq dalam Rama dan Makhlani (2013) menambahkan penjelasan untuk memahami pembagian kebutuhan seperti yang diklasifikasi oleh Al-Gazali bahwa tidak terwujudnya aspe dharuriyat dapat merusak kehidupan manusia di dunia juga di akhirat, sedangkan pengabaian pada hajiyat hanya akan menjadikan manusia sulit dalam merealisasikan pemeliharaan kelima hal yang dimaksud dalam tujuan syariah (Agama, jiwa, intelektual, keturuanan dan kekayaan), sedangkan tahsiniyat lebih jauh bahwa segala aktivitas yang bersifat tahsiniyat mesti ditunda pemenuhannya jika bertentangan dengan dharuriyat dan hajiyat yang notabene adalah kebutuhan yang lebih tinggi dan penting dalam pewujudannya.

Referensi
1. Dahlan, Ahmad B, Khorul FA, dan Rido Padigdo PM. (2011). Sejarah Perkembangan Maqashid Syariah. Makalah mata kuliah Qowa’id Fiqhiyah dan Maqashid Syariah STEI SEBI
2. Rahmat, Ali. 2012. Maqashid Syariah. Materi kuliah STEI SEBI
3. Rama, Ali dan Makhalani. 2013. Pembangunan Ekonomi dalam Tinjauan Maqashid Syariah. Dialog Vol. 1 No. 1 Hal 31-46

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengantar Maqashid Syariah"

Post a Comment

contoh doa pisah sambut kepala dinas pemerintah

  Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Doa pembuka Doa selamat Ya Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, pada k...